Minggu, 23 Oktober 2011

Dama Nyili-nyili Tidore

Sabtu 11 April 2009, siang sekira pukul 12.45 WIT, hujan mengguyur Tidore dengan derasnya. Itu hujan pertama setelah sejak beberapa bulan terakhir negeri yang melahirkan pahlawan nasional Sultan Nuku itu didera kemarau panjang.

"Belum setengah hari pawai Dama Nyili-nyili, Pataka dan Dibu Ake lewat disini (kelurahan Gamtufkange), hujan langsung mengguyur kota. Padahal sudah berbulan-bulan tidak hujan. Berkah yang luar biasa," ujar Hj Salma, pemilik penginapan Seroja, tempat okezone menginap selama di Tidore, saat tengah menyantap makan siang.

Sulit dipercaya memang. Tapi itu fakta yang terjadi dan bisa menjadi bukti bahwa kepercayaan warga atas ritual yang dilakukannya bisa membawa berkah. Tepat pukul 5.30 WIT obor suci Dama Nyili-nyili melewati jalan Sultan Amirudin usai dikeluarkan dari Masjid Sultan Tidore, jalur pertama yang dilewati adalah jalan tersebut yang merupakan gerbang utama masuk ke kota Soa Sio yang kemudian diarak mengelilingi Pulau Tidore.
http://news.okezone.com/photo/dt/content/2009/04/14/1/210650/sza2ETeC7H.jpg
Dama Nyili-nyili sendiri merupakan obor atau api (dama) yang sumbernya diambil dari negeri-negeri (Nyili-nyili) dalam wilayah kesultanan (Toloku) Tidore. Sebagai simbol semangat kebersamaan, perekat persatuan, yang tak pernah padam, Dama Nyili-nyili juga dipercaya mengandung kekhasiatan.

"Sebagian besar warga Tidore memang masih memegang teguh Adat Se Atorang yang menjadi falsafah dasar hidup. Sehingga dalam melakukan aktivitas hidupnya selalu berpatokan dengan tata cara adat," terang Walikota Tidore Kepulauan, Achmad Mahifa.

Dama Nyili-nyili atau obor dari negeri-negeri memang dianggap sebagai salah satu ritual yang bisa membawa berkah. "Dari sisi agama, ini bukan syirik. Tapi kembali ke muasal, manusia itu kan tercipta dari empat unsur yakni api, tanah, air dan angin. Nah, apa yang tersaji dalam Dama Nyili-nyili, Pataka Nyili-Nyili dan Dibu Ake Marijang merupakan keterwakilan dari unsur-unsur alam tersebut," rinci Walikota.

Pendapat Walikota yang merupakan keturunan salah satu marga sumber api suci itu memang tak jauh berbeda dari Abdullah Husain, pemangku adat di Gura Bunga yang juga lurah setempat.

"Dalam pandangan orang Tidore, sebelum beralih menjadi manusia, momole itu terbentuk dan berkolaborasi dengan api yang kemudian saling bertemu lewat pancaran air. Lalu kekuasaan itu diturunkan pada manusia. Kedengarannya sedikit syirik. Tapi seperti itulah warisan yang dipegang teguh hingga kini. Hingga kita menggelar ritual Dama Nyili-nyili ini," ujarnya.

Terakhir kali perayaan semacam ini pernah digelar puluhan tahun lalu. "Kala itu, Sultan Zainal Abidin Sjah bernazar, jika Papua masuk dalam wilayah NKRI (bukan Belanda), maka beliau akan menggelar Legu Gam yang prosesinya mirip Dama Nyili-nyili ini, namun dalam ritual yang lebih sakral. Dan niat beliau berhasil," kenang Abdullah.

Dama Nyili-nyili, bersama Pataka dan Dibu Ake Marijang sendiri diarak keliling kota Tidore melewati seluruh perkampungan di pulau yang mendapat julukan "Negeri Kemenyan" itu.

Dengan diarak enam Ngofa Se Dano (generasi muda) yang masing-masing membawa Dama, Dibu Ake, serta empat pembawa Pataka, bendera Indonesia, lambang Kota Tidore, dan lambang kesultanan.

Dama itu sendiri diarak secara estafet di gerbang masuk tiap kelurahan di kota Ternate yang diisi pembacaan Warkatuliklas dan Gosimo Borero (pesan untuk anak cucu) dan tarian-tarian khas daerah setempat.

Sebenarnya dalam rencana, kirab tersebut juga akan menyisiri seluruh wilayah yang pernah dikuasai kesultanan Tidore di era keemasannya pada pemerintahan Sultan Nuku yang meliputi pulau Tidore, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, pulau Seram dan sekitarnya, Papua (gugusan pulau Raja Ampat), hingga jauh keluar negeri seperti Mikronesia ke kepulauan Marigas, Marshal (kini Republik), kepulauan Kapita Gamrange (kini trust teority USA), menuju Melenesia, kepulauan Solomon (milik Papua Nugini), terus hingga ke pulau-pulau yang hingga kini masih memakai nama Nuku seperti Nuku Hifa, Nuku Oro, Nuku Maboro, Nuku Nau, menuju wilayah Polinesia sampai Haiti dan kepulauan Nuku Lae, Nuku Fetau, Nuku Wange dan Nuku Nono di Pasifik.

"Sayangnya rencana itu terbentur dengan pelaksanaan agenda Pemilu 2009 sehingga harus dipending. Mungkin untuk tahun depan akan kita garap lebih meriah dengan mengundang wisatawan asing termasuk para keturunan Nuku di luar negeri yang masih ada seperti di Afrika Selatan untuk menyaksikannya," tutur Walikota Tidore Achmad Mahifa.

Dibu Ake Marijang : adalah air (ake) sebagai penyejuk dahaga, pembersih diri dan penyubur tanaman yang sumbernya diambil dari negeri Soa Romtoha (wilayah adat kesultanan Tidore). Air tersebut lalu diisi dalam sepotong bamboo beruas satu (dibu) yang juga dipergunakan dalam upacara adat dan tradisi lainnya.

Bambu beruas satu bermakna kesatuan yang berisi air sebagai sumber kehidupan yang ditutupi Goliho berdaun rimbun (bermakna rakyat banyak) yang dibungkus dengan kain putih sebagai perlambang pelindung (pemimpin) yang berhati suci melindungi rakyatnya.

Semua makna itu mengajarkan untuk menciptakan kehidupan rakyat yang lebih bermutu dengan pemimpin yang satu hati, langkah dan tekad bersama rakyatnya tanpa melupakan rasa syukur pada Yang Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya.

Air tersebut lalu dibasuh dan dipercikan ke wajah pemimpin untuk mengingatkan agar selalu suci dalam berpikiran, perkataan dan tindakan

Sumber : http://wikiberita.net/sitemap/t-6975.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar